https://t.me/CTIS_ChannelTelegramIlmuSyari
🤲 *Pentingnya Istirja’ Ketika Musibah*
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
*Istirja’ adalah ucapan,*
إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهَ رَاجِعُونَ
“Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali.”
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٍ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٍ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٥٥ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ ١٥٦ أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٌ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٌ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ ١٥٧
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.’ Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (al-Baqarah: 155—157)
Ummu Salamah radhiallahu anha menyebutkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيْبُهُ مُصِيْبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللهُ: إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيْبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا؛ إِلاَّ أَخْلَفَ اللهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
*“Tiada seorang muslim yang ditimpa musibah lalu ia mengatakan apa yang diperintahkan Allah (yaitu), ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, wahai Allah, berilah aku pahala pada (musibah) yang menimpaku dan berilah ganti bagiku yang lebih baik darinya,’ kecuali Allah memberikan kepadanya yang lebih baik darinya.” (HR. Muslim, no. 918)*
Ummu Salamah berkata, “Tatkala Abu Salamah meninggal, aku mengucapkan istirja’ dan mengatakan, ‘Ya Allah, berilah saya pahala pada musibah yang menimpa saya dan berilah ganti bagi saya yang lebih baik darinya.’
Kemudian aku berpikir, siapa orang yang lebih baik bagiku daripada Abu Salamah? Tatkala telah selesai masa iddahku, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam (datang) meminta izin untuk masuk (rumahku). Waktu itu aku sedang menyamak kulit… Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melamarku.
Tatkala Nabi shallallahu alaihi wa sallam sudah selesai dari pembicaraannya, aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, sebenarnya saya mau dilamar, tetapi saya seorang wanita yang sangat pencemburu. Saya khawatir, Anda akan melihat dari saya sesuatu yang nantinya Allah akan mengazab saya karenanya. Saya juga orang yang sudah berumur dan banyak anak.’
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ‘Adapun apa yang engkau sebutkan tentang sifat cemburu, niscaya Allah akan menghilangkannya. Apa yang engkau sebutkan tentang umur,aku juga sama (sudah berumur). Yang engkau sebutkan tentang banyaknya anak, maka anakmu adalah tanggunganku.’
Aku berkata, ‘Aku menyerahkan diriku kepada Rasulullah.’ Lalu beliau menikahiku.”
Ummu Salamah berkata setelah itu, “Allah telah menggantikan untukku yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.” (HR. Ahmad)
Ini merupakan bukti dari firman Allah,
وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
*“Dan berilah berita gembira bagi orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah: 155)*
Maksudnya, adakalanya seseorang diberi ganti oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan yang lebih baik. Seperti yang dialami Ummu Salamah ketika suaminya meninggal. Ketika Ummu Salamah mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan mengucapkan apa yang beliau perintahkan dengan penuh ketaatan, Allah subhanahu wa ta’ala ganti dengan yang lebih baik darinya, yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sesungguhnya kebaikan adalah apa yang dikatakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya, sedangkan kesesatan serta kecelakaan ada pada penyelisihan terhadap Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya.
Ummu Salamah tahu bahwa segala kebaikan yang ada di alam ini—baik umum maupun khusus—datangnya dari sisi Allah dan bahwa segala kejelekan yang ada di alam ini yang khusus menimpa hamba karena menyelisihi Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya. Maka dari itu, ketika Ummu Salamah mengucapkan kalimat tersebut, ia mendapatkan kemuliaan mendampingi Nabi shallallahu alaihi wa sallam di dunia dan akhirat. Terkadang pula dengan kalimat istirja’ tersebut seorang hamba mendapatkan kedudukan yang tinggi dan pahala yang besar.
Kalimat istirja’ ini mengandung *obat/penghibur dari Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya bagi orang yang ditimpa musibah.* Kalimat ini adalah sesuatu yang paling tepat dalam menghadapi musibah dan lebih bermanfaat bagi hamba untuk di dunia ini dan akhirat kelak. Di dalamnya terkandung pengakuan yang tulus bahwa hamba ini, jiwanya, keluarganya, hartanya, dan anaknya adalah milik Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan itu semua sebagai titipan yang ada pada hamba. Jika Allah mengambilnya, itu seperti seseorang yang mengambil barang yang dia pinjamkan.
Kalimat ini juga mengandung pengukuhan bahwa kembalinya hamba hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Seseorang pasti akan meninggalkan dunia ini di belakang punggungnya. Ia akan menghadap Allah subhanahu wa ta’ala pada hari kiamat sendirian, sebagaimana awal mulanya. Tiada keluarga dan harta yang bersamanya. Ia akan datang nanti dengan membawa amal kebaikan dan amal kejelekan.
Baca selengkapnya di : https://asysyariah.com/pelipur-lara-saat-musibah-dan-bencana/
__________________________________
Turut sebarkan :
📱: *WhatsApp Ilmu Syar'i // WIS*
📲 : https://t.me/CTIS_ChannelTelegramIlmuSyari