Sabtu, 31 Oktober 2015

Riba

⌚ ORANG YANG BERTAUBAT DARI PINJAMAN RIBAWI HARUSKAH MENGEMBALIKAN PINJAMAN TERSEBUT SEPENUHNYA 

___________--------------__________

Fatwa Asy Syaikh Muhammad Ali Firkous Al Jazairy - hafizhahullah

Tanya:
Saya telah meminjam sejumlah uang dari bank–karena terpaksa – untuk membeli rumah yang dapat menaungi saya beserta keluarga, dan sekarang – alhamdulillah – saya telah mengetahui hukum syar’i, dan saya ingin bertaubat, maka apa kiranya yang bisa saya lakukan? Sebagai catatan saya belum
menyelesaikan pengembalian pinjaman tersebut secara sempurna. Jazakumullah khairan.

Jawab:
Hukum asal dalam dari pinjaman ribawi adalah haram dan batal (akadnya- pent),  berdasarkan firman Allah – ta’ala:

﴿ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺫَﺭُﻭﺍ ﻣَﺎ ﺑَﻘِﻲَ

ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮِّﺑَﺎ ﺇِﻥْﻛُﻨﺘُﻢ ﻣُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ . ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻔْﻌَﻠُﻮﺍ ﻓَﺄْﺫَﻧُﻮﺍ

ﺑِﺤَﺮْﺏٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠﻪ ِﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻭَﺇِﻥْ ﺗُﺒْﺘُﻢْ ﻓَﻠَﻜُﻢْ ﺭُﺅُﻭﺱُ

ﺃَﻣْﻮَﺍﻟِﻜُﻢْ ﻻَ ﺗَﻈْﻠِﻤُﻮﻥَ ﻭَﻻَ ﺗُﻈْﻠَﻤُﻮﻥَ﴾ ‏[ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ : ٢٧٨ ـ ٢٧٩ ‏]
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” [Al Baqarah: 278 – 279].

⏳ Sebagaimana pada asalnya tidak boleh bagi seorang muslim untuk tidak mengetahui hal yang sangat penting dari permasalahan-
permasalahan agama ataupun duniawi, dikarenakan wajibnya menuntut ilmu syar’i berdasarkan sabda Nabi – shallallahu ‘alaihi
wa sallam:
‏ ﻃَﻠَﺐُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢِ ﻓَﺮِﻳﻀَﺔٌ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ) ١‏) ،
“menuntut ilmu sesuatu yang wajib bagi setiap muslim” (1)

Dan tidak boleh bagi seseorang untuk tidak mengetahui sesuatu yang secara otomatis telah dimaklumi merupakan bagian dari agama
  ﻣﻌﻠﻮﻣﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺑﺎﻟﻀﺮﻭﺭﺓ
atau sesuatu yang telah masyhur (bahwa ia termasuk bagian dari agama – pent), oleh karenanya para ulama qawa’id meletakkan suatu kaidah yang kandungannya sebagai berikut:

‏ ﻻَ ﻳُﻘْﺒَﻞُ ﻓِﻲ ﺩَﺍﺭِ ﺍﻹِﺳْﻠَﺎﻡِ ﻋُﺬْﺭُ ﺍﻟﺠَﻬْﻞِ ﺑِﺎﻟﺤُﻜْﻢِ ﺍﻟﺸَّﺮْﻋِﻲِّ ‏ ؛
Tidaklah diterima uzur ketidak-tahuan terhadap hukum syar’i di negara Islam Maka ketika tidak ada kekuasaan syar’i dalam mengatur hukum-hukum yang berhubungan
dengan akad-akad, dari segi pembatalan akad dan mengembalikan kedua pihak yang menjalankan akad sebagaimana keadaan seperti sebelum terjadinya akad, dan dikarenakan tindakan riba yang dilakukannya–yang merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah subhanahu wa ta’ala – tidak dapat dikembalikan sebagaimana sebelum terjadinya akad, ketika tidak dapat terjadi semua hal tersebut maka akad disahkan karena darurat, bukan karena diakui dalam agama, dan dia menyempurnakan pengembalian sejumlah yang diwajibkan bank
atasnya tanpa berbuat aniaya.

⏳ Adapun (alasan) menjadikan pinjaman sebagai jalan keluar dari keadaan darurat, maka harus diperhatikan bahwa keadaan darurat (secara syari’at-pent) yaitu: seseorang sampai kepada
tingkatan yang hampir dia binasa padanya atau mendekati kebinasaan, maknanya apabila
dia mengerjakan suatu maksiat (untuk menghidari kebinasaan - pent), maka itu lebih ringan daripada meninggalkannya (karena dia akan terhindar dari kebinasaan-pent).

Dan dalam permasalahan seperti ini maka untuk mengetahuinya (apakah telah sampai kepada derajat darurat atau belum – pent) dikembalikan kepada agama seseorang dalam
penentuan kadarnya dan seberapa besar permasalahan tersebut.
Maka apabila hakikat yang disebutkan oleh penanya bahwa dia berada dalam keadaan darurat yang memaksa, hampir-hampir dia binasa dalam hal agamanya, hartanya atau harga dirinya, maka hal itu boleh dilakukan (yaitu meminjam uang dari bank – pent) akan tetapi hanya sekadarnya.
Oleh karena itu ulama meletakkan suatu kaidah yang kandungannya:
‏ ﺇِﺫَﺍ ﺿَﺎﻕَ ﺍﻷَﻣْﺮُ ﺍﺗَّﺴَﻊَ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺍﺗَّﺴَﻊَ ﺿَﺎﻕَ ‏
“apabila keadaan sulit maka dilapangkan, dan apabila keadaan lapang /mudah maka diperketat”
Dan juga kaidah lain:
‏ ﺍﻟﻀَّﺮُﻭﺭَﺍﺕُ ﺗُﺒِﻴﺢُ ﺍﻟﻤَﺤْﻈُﻮﺭَﺍﺕِ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﺗُﻘَﺪَّﺭُ ﺑِﻘَﺪْﺭِﻫَﺎ ‏
“Keadaan-keadaan darurat dapat menjadikan halal perkara-perkara terlarang akan tetapi hanya sekadarnya”.(1)

Kemudian ketahuilah bahwa suatu taubat haruslah berupa taubat yang murni dan tulus (taubat nasuha), yaitu dengan meninggalkan kemaksiatan tersebut dan seluruh kemaksiatan yang lainnya, dia bertekad kuat untuk tidak kembali melakukannya, dan mengiringi taubat tersebut dengan amal solih, berdasarkan firman Allah – subhanahu wa ta’ala:
ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦ ﺗَﺎﺏَ ﻭَﺁﻣَﻦَ ﻭَﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻠًﺎ ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﻓَﺄُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻳُﺒَﺪِّﻝُﺍﻟﻠﻪُﺳَﻴِّﺌَﺎﺗِﻬِﻢْ ﺣَﺴَﻨَﺎﺕٍ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻏَﻔُﻮﺭًﺍ ﺭَﺣِﻴﻤًﺎ.. ‏ ﺍﻟﻔﺮﻗﺎﻥ : ٧٠‏
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh, maka mereka itulah orang yang Allah ganti kejelekan yang mereka lakukan dengan kebaikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al Furqan: 70]

Dan barangsiapa yang jujur dalam bertaubat dari kemaksiatan maka akan Allah berikan petunjuk baginya kepada hal-hal yang mendatangkan kemenangan dan keselamatan di dunia dan akhirat, Allah – ta’ala –berfirman:

ﻭَﺗُﻮﺑُﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺟَﻤِﻴﻌًﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻤُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ.. ‏ ﺍﻟﻨﻮﺭ : ٣١‏ .

“dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung”
ﻭﺍﻟﻌﻠﻢ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﺁﺧِﺮُ ﺩﻋﻮﺍﻧﺎ ﺃﻥِ ﺍﻟﺤﻤﺪُ ﻟﻠﻪ ﺭﺏِّ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ،
ﻭﺻﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺤﻤَّﺪٍ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﻭﺇﺧﻮﺍﻧﻪ ﺇﻟﻰ
ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ، ﻭﺳﻠَّﻢ ﺗﺴﻠﻴﻤًﺎ .

Al Jazair: 29 Jumadal Ula 1426 H Bertepatan dengan 6 Juli 2005 M
__________________________________
(1). HR Ibnu Majah di dalam “Al Muqaddimah” bab “Keutamaan Ulama dan Hasungan untuk Menuntut Ilmu” (224) dari hadits Anas I dishohihkan Al Albani dalam “Shohihul Jami’” (3914).

(2). Dan dalam perkara ini hendaknya masing-masing mengkonsultasikan keadaannya kepada ahlul ilmi dan asatidzah untuk mengetahui apakah
keadaanya secara syar’i telah dikategorikan sebagai keadaan darurat ataukah belum (pent).

Sumber fatwa:
http://ferkous.com/home/?q=fatwa-235

⏳Di publikasikan :
ahlussunnahtarakan.blogspot.co.id/2015/10/orang-yang-bertaubat-dari-pinjaman.html?m=1

✒✔Alih bahasa:
Al-Ustadz Abu Ahmad Purwokerto

Lihat postingan lainnya :

ahlussunnahtarakan.blogspot.co.id
Dan
www.salafymedia.com

___" Berbagi Ilmu Syar'i " ____⏳

✆ WA Al Istifadah ※ WALIS ✆
✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧
الموقع الرسمي للمجموعة:
➠http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html
------------------------------------

Jumat, 30 Oktober 2015

Memandikan jenasah

����✔️
■◎■◎■◎■
�� MEMANDIKAN JENAZAH

435- وَعَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( دَخَلَ عَلَيْنَا اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَنَحْنُ نُغَسِّلُ ابْنَتَهُ، فَقَالَ: "اغْسِلْنَهَا ثَلَاثًا, أَوْ خَمْسًا, أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ، إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ, بِمَاءٍ وَسِدْرٍ, وَاجْعَلْنَ فِي الْآخِرَةِ كَافُورًا, أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ"، فَلَمَّا فَرَغْنَا آذَنَّاهُ, فَأَلْقَى إِلَيْنَا حِقْوَهُ.فَقَالَ: "أَشْعِرْنَهَا إِيَّاهُ" ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَفِي رِوَايَةٍ: ( ابْدَأْنَ بِمَيَامِنِهَا وَمَوَاضِعِ اَلْوُضُوءِ مِنْهَا ). وَفِي لَفْظٍ ِللْبُخَارِيِّ: ( فَضَفَّرْنَا شَعْرَهَا ثَلَاثَةَ قُرُونٍ, فَأَلْقَيْنَاهُ خَلْفَهَا )

Ummu Athiyyah radliyallaahu 'anha berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam masuk ketika kami sedang memandikan jenazah puterinya, lalu beliau bersabda: "Mandikanlah tiga kali, lima kali, atau lebih dari itu. Jika kamu pandang perlu pakailah air dan bidara, dan pada yang terakhir kali dengan kapur barus :kamfer) atau campuran dari kapur barus." Ketika kami telah selesai, kami beritahukan beliau, lalu beliau memberikan kainnya pada kami seraya bersabda: "Pakaikanlah ia dengan kain ini (pakaian yang langsung bersentuhan dengan kulit, pent)." (Muttafaq Alaihi). Dalam suatu riwayat: "Dahulukan bagian-bagian yang kanan dan tempat-tempat wudlu." Dalam suatu lafadz menurut al-Bukhari: Lalu kami pintal rambutnya tiga pintalan dan kami letakkan di belakangnya.

�� PENJELASAN:

Beberapa pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini adalah:

1⃣. Perintah Nabi : mandikanlah ia, menunjukkan wajibnya memandikan jenazah. Secara asal perintah Nabi hukumnya adalah wajib. Kewajiban di sini adalah fardlu kifayah, sebagaimana penjelasan para Ulama’

2⃣. Seorang wanita yang meninggal dunia, jasadnya boleh dimandikan oleh para wanita muslimah yang lain, sebagaimana jasad putri Nabi dalam hadits ini dimandikan oleh Ummu Athiyyah dan para Sahabat wanita yang lain.

3⃣. Boleh memandikan sebanyak 3 kali, 5 kali, atau 7 kali dengan jumlah ganjil jika dipandang perlu.

Ibnu Abdil Bar menyatakan: Saya tidak mengetahui ada seorangpun (dari kalangan Ulama) yang membolehkan memandikan dengan jumlah lebih dari 7 (Ta’siisul Ahkam juz 3 halaman 98).

Para Ulama’ berbeda pendapat tentang batas minimal memandikan jenazah adalah sekali atau 3 kali. Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin berpendapat 1 kali, sedangkan Syaikh Ahmad bin Yahya anNajmi berpendapat 3 kali, sebagaimana juga pendapat al-Muzani.

4⃣. Memandikan jenazah dengan air dicampur dengan daun bidara.

5⃣. Cucian terakhir diberi kapur (barus/ kamfer).

Pemberian kapur di akhir cucian tersebut berfungsi untuk menjaga jasad mayit agar tidak cepat rusak, menghasilkan aroma yang harum, sekaligus mengusir hewan-hewan kecil seperti semut, serangga dan semisalnya (asy-Syarhul Mukhtashar ala Bulughil Maram libni Utsaimin (4/23))

Pemberian kapur dilakukan pada anggota-anggota sujud (dahi, hidung, telapak tangan, lutut, dan ujung jari kaki), sebagaimana ucapan Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud:

الْكَافُورُ يُوضَعُ عَلَى مَوَاضِعِ السُّجُودِ

Kapur diletakkan pada tempat-tempat anggota sujud (riwayat al-Baihaqy dalam as-Sunanul Kubra no 6952 dan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf).

6⃣. Bolehnya mengkafani jenazah wanita dengan pakaian laki-laki (Syarh anNawawy ala Shahih Muslim (7/3)),  sebagaimana Nabi shollallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk memakaikan sarung beliau pada jasad putrinya.

Namun, hal itu sebagai bentuk tabarruk (mengharap berkah) terhadap pakaian yang pernah dipakai oleh Nabi. Sedangkan untuk orang lain selain Nabi, tidak boleh diniatkan sebagai bentuk tabarruk, karena tidak pernah hal itu dilakukan terhadap para Sahabat sepeninggal Nabi, padahal mereka adalah manusia terbaik setelah Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam (Lihat Ta’siisul Ahkaam syarh Umdatil Ahkam karya Syaikh Ahmad bin Yahya anNajmi).

Abu Bakr dan Umar radhiyallahu anhuma adalah manusia terbaik setelah para Nabi dan para Rasul, dibandingkan dengan seluruh manusia dari Nabi Adam hingga akhir zaman nanti :

أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ سَيِّدَا كُهُولِ أَهْلِ الْجَنَّةِ مِنْ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ إِلَّا النَّبِيِّينَ وَالْمُرْسَلِين

Abu Bakr dan Umar adalah dua pemuka orang-orang dewasa penduduk surga dari awal sampai akhir kecuali para Nabi dan Rasul (H.R Ahmad, atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Albany)

Namun, tidak pernah dinukil dalam riwayat-riwayat yang shahih bahwa para Sahabat setelahnya ada yang bertabarruk dengan bekas pakaian, keringat, bekas air wudhu’, yang pernah dipakai keduanya.

7⃣. Mendahulukan mencuci anggota wudhu’ (wajah, tangan hingga siku, kepala termasuk telinga, telapak kaki hingga mata kaki) dan mendahulukan anggota tubuh yang kanan.

Untuk mulut dan hidung, tidak boleh mamasukkan air ke dalamnya, namun cukup membasahi kain yang akan digunakan untuk mencuci, kemudian membersihkan gigi, mulut, dan lidahnya. Hal itu sebagai pengganti berkumur (madhmadhah). Demikian juga untuk hidung, kain dibasahi kemudian digunakan untuk membersihkan rongga hidungnya (asy-Syarhul Mukhtashar ala Bulughil Maram libni Utsaimin (4/23))

8⃣. Untuk jenazah wanita, jika rambutnya panjang dikepang dengan 3 kepang di belakang kepalanya, seperti yang dilakukan para Sahabat wanita yang memandikan putri Nabi.

9⃣. Hadits ini juga dijadikan dalil oleh sebagian Ulama’ tentang larangan memandikan jenazah oleh orang yang berlainan jenis, meski mahramnya sendiri, kecuali suami istri. Nabi dalam hadits tersebut tidak memandikan jenazah putrinya, tapi menyerahkan pelaksanaannya pada para Sahabat wanita, dan beliau memberikan bimbingan tentang cara memandikan jenazah dari jarak jauh. Larangan tersebut hanya berlaku untuk jenazah orang dewasa atau yang berusia di atas 7 tahun. Adapun di bawah 7 tahun, boleh dimandikan lawan jenis. Sebagaimana jenazah putra Nabi Muhammad yang masih kecil bernama  Ibrahim, dimandikan oleh para Sahabat wanita.

Jika seorang wanita meninggal di tengah-tengah kaum pria yang bukan suaminya, maka jenazahnya ditayammumkan. Orang yang mentayammumkan menepuk tangan pada tanah kemudian mengusapkan ke wajah dan kedua telapak tangan jenazah tersebut (asy-Syarhul Mukhtashar ala Bulughil Maram libni Utsaimin (4/23)). Demikian juga jika seorang laki-laki meninggal di tengah-tengah wanita yang bukan istrinya.

Jenazah juga tidak dimandikan namun ditayammumkan jika jasadnya rusak seperti terbakar mayoritas bagian tubuhnya sehingga menyulitkan untuk dimandikan.

〰〰〰

�� Disalin dari buku "Tata Cara Mengurus Jenazah Sesuai Sunnah Nabi Shollallaahu Alaihi Wasallam (Syarh Kitab al-Janaiz Min Bulughil Maram)".  Penerbit Pustaka Hudaya, halaman 51-57.

�� Penulis: Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman حفظه الله.

�� Semoga bermanfaat !!

〰〰〰〰〰〰〰
��WA Salafy Kendari ��

✆ WA Al Istifadah ※ WALIS ✆
✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧
الموقع الرسمي للمجموعة:
��➠http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html

Kamis, 29 Oktober 2015

Title dalam berdakwah

---^^^***^^^---
���� RUBRIK TAHUKAH ANDA...❓❓
➰〰〰〰〰〰〰〰〰✔

��APAKAH TITEL CUKUP SEBAGAI SYARAT UNTUK BERDAKWAH��

⭐ Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah

~~~~~~~~~~~~~~~~

❓Pertanyaan: 

❔Apakah seseorang yang ingin mengajarkan perkara-perkara agama kepada manusia cukup baginya dengan titel universitas yang dia sandang, ataukah harus ada tazkiyah (rekomendasi) dari para ulama?

*****

✔ Jawaban:

✊�� Harus memiliki ilmu, tidak semua orang yang menyandang titel menjadi ulama.

���� Harus memiliki ilmu dan kefakihan dalam agama Allah.
���� Semata-mata titel tidaklah menunjukkan ilmu, karena terkadang seseorang memiliki titel padahal dia termasuk manusia yang paling bodoh.

���� Sebaliknya terkadang seseorang tidak memiliki titel namun dia termasuk manusia yang paling berilmu.

❓❗ Apakah Asy-Syaikh Ibnu Baz memiliki titel?! Demikian juga Asy-Syaikh Ibnu Ibrahim dan Asy-Syaikh Ibnu Humaid?! Apakah mereka memiliki titel?! Walaupun demikian mereka menjadi para imam di masa ini.

✅✏ Jadi yang terpenting adalah membicarakan apakah ilmu dan kefakihan itu ada pada seseorang. Bukan tentang titel atau ijazah atau tazkiyah, ini semua tidak teranggap.

����Dan fakta nanti yang akan menyingkap keadaan seseorang. Jika ada sebuah masalah atau muncul sebuah bencana, ketika itulah akan nampak siapa yang benar-benar seorang ulama dan mana orang yang sok berilmu dan jahil.”

~~~~~~~~~~~~~~~~~~

�� Sumber artikel: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=114719

�� Alih bahasa: Abu Almass, ahad, 26 Rajab 1435 H

��Dinukil dari.: http://forumsalafy.net/?p=3427

�� WA PECINTA AL-HAQ
➖➖〰〰〰〰〰✔

Rabu, 28 Oktober 2015

Syaikh Rabi vs Ali hasan al halaby dan al hilali

����Rubrik: Kisah-Kisah

Asy-Syaikh Usamah Al-‘Amri mengisahkan:

Aku teringat sebuah kejadian yang terjadi kurang lebih 10 tahun yang lalu. Ketika itu aku sedang berada di sisi Syaikh kami Rabi’ hafizhahullah, hadir juga ketika itu ‘Ali Hasan Al-Halabi dan Al-Hilali, saat itu Asy-Syaikh Rabi’ sedang menasehati keduanya.

Ketika itu ‘Ali Al-Halabi menukilkan atsar shahabat ‘Umar radhiyallahu ‘anhu kepada beliau:

لا تظن بكلمة خرجت من أخيك المؤمن شرًّا، وأنت تجد لها في الخير محملاً

“Janganlah engkau berperasangka buruk terhadap apa yang diucapkan oleh saudaramu yang mukmin, padahal engkau dapati pada ucapan tersebut masih ada kemungkinan baiknya”.

Maka Asy-Syaikh Rabi' mengatakan kepadanya: Justru aku bantah ucapanmu tersebut dengan atsar yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari shahabat ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

من أظهر لنا خيرًا أمنّاه وقرّبناه وليس إلينا من سريرته شيء، الله يحاسبه. ومن أظهر لنا سوءًا لم نأمنه ولم نصدقه وإن قال إن سريرته حسنة

“Barangsiapa yang menampakkan kebaikan kepada kami, maka kami akan percaya dengannya dan mendekatkannya, bukanlah urusan kami untuk mengetahui isi hatinya, Allah-lah yang akan menghisabnya(memperhitungkannya-red). Barangsiapa yang menampakkan keburukan kepada kami, maka kami tidak akan mempercayainya dan tidak membenarkannya, meskipun dia mengaku bahwa isi hatinya baik”.

Ditulis oleh: Asy-Syaikh Usamah Al-‘Amri dalam (Majmu’ah Al-Majlis Al-Atsari Asy-Syami)
lalu beliau memberikan komentar: Ini adalah sebuah jawaban yang bagus yang membuat lawan diam tak berkutik.

Alih Bahasa: Team Gores Pena SLN
(artikel ini telah dikoreksi oleh Asatidzah di Group SLN 1)

�� WA Salafy Lintas Negara ✈

Teks arabnya

قال الشيخ أسامة العمري - حفظه الله تعالى - :

أذكر قديما قبل مايقارب عشر سنوات كنت عند شيخنا ربيع ، و موجود علي بن حسن الحلبي و الهلالي .
و كان شيخنا ربيع ينصحمها ، و كان علي يقول للشيخ أثر عمر -رضي الله عنه- :
"لا تظن بكلمة خرجت من أخيك المؤمن شرًّا ، و أنت تجد لها في الخير محملاً ".

فقال له شيخنا بل أحاجك بالذي عند البخاري عن عمر :
‏قال عمر رضي الله عنه :
من أظهر لنا خيرا أمنّاه وقرّبناه وليس إلينا من سريرته شيء، الله يحاسبه ومن أظهر لنا سوءا لم نأمنه ولم نصدقه وإن قال إن سريرته حسنة.

كتبه :
الشيخ أسامة العمري في (مجموعة المجلس الأثري الشامي) على الواتس اب
و أضاف - حفظه الله تعالى - معلقا :
" و كان هذا من جميل الاجوبة المسكتة "

⏪ منقول

✆ WA Al Istiqomah ※ WALIS ✆
✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧
الموقع الرسمي للمجموعة:
��➠http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html

Khawaridj vs al imam hasan al basri

——————— ✧ ※❉※ ✧ ———————
������KAUM KHAWARIJ ADALAH PARA PENGEJAR DUNIA▫
——————— ✧ ※❉※ ✧ ———————

��⛅Datang seseorang dari kalangan Khawarij menemui Al Hasan Al Bashri lalu bertanya kepada beliau:
"Apa pendapat anda tentang Khawarij?"

����Al Hasan Al Bashri menjawab:
"Mereka adalah para pengejar dunia"

����Orang itu mengatakan:
"Darimana anda berpendapat bahwa mereka itu para pengejar dunia, sedangkan salah seorang dari mereka (berperang) berjalan diantara tombak-tombak sampai mengenainya, dan keluar meninggalkan keluarga dan anaknya.."

����Al Hasan Al Bashri balik bertanya:
"Ceritakanlah kepadaku tentang keadaan penguasa! Apakah ia menghalangimu dari menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji dan umrah?"

����Orang itu menjawab:
"Tidak"

������Al Hasan Al Bashri pun berkata:
"Maka aku memandang bahwa yang menghalangimu hanyalah dunia, lantas kamu memerangi penguasa atasnya"

����[ Al Basha'ir wadz Dzakha'ir: 1/156 ]

���� 》���� ↴
✒Abu Salim ibnu Shalih Al Jawi
غفر اللّٰه له و لوالديه

--------------

أتى رجل من الخوارج إلى الحسن البصري ، فقال له ما تقول في الخوارج؟
��قال الحسن : هم أصحاب دنيا،
قال : ومن أين قلت أنهم أصحاب دنيا، والواحد منهم يمشي بين الرماح حتى تتكسر فيه، ويخرج من أهله وولده...!
قال الحسن : حدثني أنت عن السلطان هل منعك من إقامة الصلاة وإيتاء الزكاة والحج والعمرة ؟
قال : لا !!!
فأراه إنما منعك الدنيا فقاتلته عليها.

��"البصائر والذخائر" ج/ الأول. ص/ 156

����Arsip WALIS || http://walis-net.blogspot.in/2015/10/kaum-khawarij-adalah-para-pengejar-dunia.html
*******
����Faedah lain:
➩http://walis-net.blogspot.com atau
➩http://salafymedia.com/blog/category/al-istifadah/

✆ WA Al Istifadah ※ WALIS ✆
✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧
الموقع الرسمي لمجموعة الاستفادة
��➠http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html

__________
����Rabu, 15 Muharram 1437H || 28 Oktober 2015M

Menjadikan Rasulullah hakim

Maka yang sesuai dengannya diterima dan diamalkan. Sedangkan yang menyelisihinya ditolak meskipun dibawa oleh orang yang membawa. Allah Ta’ala berfirman,

ﻓَﻼَ ﻭَﺭَﺑِّﻚَ ﻻَ ﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺤَﻜِّﻤُﻮﻙَ ﻓِﻴﻤَﺎ ﺷَﺠَﺮَ

ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ

“Maka demi Rabbmu, mereka tidaklah beriman sampai mereka menjadikanmu sebagai hakim di dalam perkara yang mereka perselisihkan” (QS. An-Nisaa: 65)

Selasa, 27 Oktober 2015

Sabar dalam keistiqomahan

ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﺭَﺑُّﻨَﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺛُﻢَّ ﺍﺳْﺘَﻘَﺎﻣُﻮﺍ ﺗَﺘَﻨَﺰَّﻝُ

ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢُ ﺍﻟْﻤَﻠَﺎﺋِﻜَﺔُ ﺃَﻟَّﺎ ﺗَﺨَﺎﻓُﻮﺍ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺤْﺰَﻧُﻮﺍ ﻭَﺃَﺑْﺸِﺮُﻭﺍ

ﺑِﺎﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗُﻮﻋَﺪُﻭﻥ ﻧَﺤْﻦُ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺅُﻛُﻢْ ﻓِﻲ

ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻭَﻟَﻜُﻢْ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻣَﺎ ﺗَﺸْﺘَﻬِﻲ

ﺃَﻧْﻔُﺴُﻜُﻢْ ﻭَﻟَﻜُﻢْ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻣَﺎ ﺗَﺪَّﻋُﻮﻥَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan apa yang kamu minta.” (QS. Fushilat 30-31)

Orang yang berpegang teguh dengan agama Islam dalam keterasingannya ini tidaklah mendapatkan kejelekan sedikitpun, sebanyak apapun orang yang mencela dan menyelisihi mereka. Dari Tsauban radhiallahu anhu -dan ini adalah hadits mutawatir- dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ﻟَﺎ ﺗَﺰَﺍﻝُ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺃُﻣَّﺘِﻲ ﻇَﺎﻫِﺮِﻳﻦَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﻟَﺎ

ﻳَﻀُﺮُّﻫُﻢْ ﻣَﻦْ ﺧَﺬَﻟَﻬُﻢْ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺄْﺗِﻲَ ﺃَﻣْﺮُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻫُﻢْ

ﻛَﺬَﻟِﻚَ
“Senantiasa ada sekelompok ummatku yang dimenangkan atas kebenaran, tidak akan membahayakannya orang yang memusuhinya hingga hari kiamat sedangkan mereka tetap seperti itu.” (HR. Muslim no. 3544)

Dan juga telah shahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiallahu anhu bahwa beliau bersabda:

ﻓَﺈِﻥَّ ﻣِﻦْ ﻭَﺭَﺍﺋِﻜُﻢْ ﺃَﻳَّﺎﻡَ ﺍﻟﺼَّﺒْﺮِ ﺍﻟﺼَّﺒْﺮُ ﻓِﻴﻪِ ﻣِﺜْﻞُ

ﻗَﺒْﺾٍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺠَﻤْﺮِ ﻟِﻠْﻌَﺎﻣِﻞِ ﻓِﻴﻬِﻢْ ﻣِﺜْﻞُ ﺃَﺟْﺮِ

ﺧَﻤْﺴِﻴﻦَ ﺭَﺟُﻠًﺎ ﻳَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ ﻣِﺜْﻞَ ﻋَﻤَﻠِﻪِ . ﻗَﺎﻝَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ
ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃَﺟْﺮُ ﺧَﻤْﺴِﻴﻦَ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺟْﺮُ ﺧَﻤْﺴِﻴﻦَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ

“Sebab di belakang kalian ada hari-hari (yang kalian wajib) bersabar. Bersabar pada saat itu seperti seseorang yang memegang bara api, dan orang yang beramal pada saat itu pahalanya sebanding dengan lima puluh kali amalan orang yang beramal seperti amalnya.” Abu Tsa’labah bertanya, “Wahai Rasulullah, seperti pahala lima puluh orang dari mereka!” Beliau menjawab, “(Bahkan) seperti pahala lima puluh orang dari kalian.” (HR. Abu Daud no. 3778, At-Tirmizi no. 2984, dan Ibnu Majah no. 4004)

Islam Datang Dalam Keadaan Asing

Islam Datang Dalam Keadaan Asing

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ﺑَﺪَﺃَ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡُ ﻏَﺮِﻳﺒًﺎ ﻭَﺳَﻴَﻌُﻮﺩُ ﻛَﻤَﺎ ﺑَﺪَﺃَ ﻏَﺮِﻳﺒًﺎ ﻓَﻄُﻮﺑَﻰ
ﻟِﻠْﻐُﺮَﺑَﺎﺀِ

“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu.” (HR. Muslim no. 208)

Sabtu, 24 Oktober 2015

Kisah Ayah Imam Abu Hanifah ( Pemuda dan Apel )

Beberapa abad lalu, di masa-masa akhir tabi’in. Di sebuah jalan, di salah satu pinggiran kota Kufah, berjalanlah seorang pemuda. Tiba-tiba dia melihat sebutir apel jatuh dari tangkainya, keluar dari sebidang kebun yang luas. Pemuda itu pun menjulurkan tangannya memungut apel yang nampak segar itu. Dengan tenang, dia memakannya.
Pemuda itu adalah Tsabit. Baru separuh yang digigitnya, kemudian ditelannya, tersentaklah dia. Apel itu bukan miliknya! Bagaimana mungkin dia memakan sesuatu yang bukan miliknya?
Akhirnya pemuda itu menahan separuh sisa apel itu dan pergi mencari penjaga kebun tersebut. Setelah bertemu, dia berkata: “Wahai hamba Allah, saya sudah menghabiskan separuh apel ini. Apakah engkau mau memaafkan saya?”
Penjaga itu menjawab: “Bagaimana saya bisa memaafkanmu, sementara saya bukan pemiliknya. Yang berhak memaafkanmu adalah pemilik kebun apel ini.”
“Di mana pemiliknya?” tanya Tsabit.
“Rumahnya jauh sekitar lima mil dari sini,” kata si penjaga.
Maka berangkatlah pemuda itu menemui pemilik kebun untuk meminta kerelaannya karena dia telah memakan apel milik tuan kebun tersebut.
Akhirnya pemuda itu tiba di depan pintu pemilik kebun. Setelah mengucapkan salam dan dijawab, Tsabit berkata dalam keadaan gelisah dan ketakutan: “Wahai hamba Allah, tahukah anda mengapa saya datang ke sini?”
“Tidak,” kata pemilik kebun.
“Saya datang untuk minta kerelaan anda terhadap separuh apel milik anda yang saya temukan dan saya makan. Inilah yang setengah lagi.”
“Saya tidak akan memaafkanmu, demi Allah. Kecuali kalau engkau menerima syaratku,” katanya.
Tsabit bertanya: “Apa syaratnya, wahai hamba Allah?”
Kata pemilik kebun itu: “Kamu harus menikahi putriku.”
Si pemuda tercengang seraya berkata: “Apa betul ini termasuk syarat? Anda memaafkan saya dan saya menikahi putri anda? Ini anugerah yang besar.”
Pemilik kebun itu melanjutkan: “Kalau kau terima, maka kamu saya maafkan.”
Akhirnya pemuda itu berkata: “Baiklah, saya terima.”
Si pemilik kebun berkata pula: “Supaya saya tidak dianggap menipumu, saya katakan bahwa putriku itu buta, tuli, bisu dan lumpuh tidak mampu berdiri.”
Pemuda itu sekali lagi terperanjat. Namun, apa boleh buat, separuh apel yang ditelannya, kemana akan dia cari gantinya kalau pemiliknya meminta ganti rugi atau menuntut di hadapan Hakim Yang Maha Adil?
“Kalau kau mau, datanglah sesudah ‘Isya agar bisa kau temui istrimu,” kata pemilik kebun tersebut.
Pemuda itu seolah-olah didorong ke tengah kancah pertempuran yang sengit. Dengan berat dia melangkah memasuki kamar istrinya dan memberi salam.
Sekali lagi pemuda itu kaget luar biasa. Tiba-tiba dia mendengar suara merdu yang menjawab salamnya. Seorang wanita berdiri menjabat tangannya. Pemuda itu masih heran kebingungan, kata mertuanya, putrinya adalah gadis buta, tuli, bisu dan lumpuh. Tetapi gadis ini? Siapa gerangan dia?
Akhirnya dia bertanya siapa gadis itu dan mengapa ayahnya mengatakan begitu rupa tentang putrinya.
Istrinya itu balik bertanya: “Apa yang dikatakan ayahku?”
Kata pemuda itu: “Ayahmu mengatakan kamu buta.”
“Demi Allah, dia tidak dusta. Sungguh, saya tidak pernah melihat kepada sesuatu yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
“Ayahmu mengatakan kamu bisu,” kata pemuda itu.
“Ayahku benar, demi Allah. Saya tidak pernah mengucapkan satu kalimat yang membuat Allah Subhanahu wa Ta’ala murka.”
“Dia katakan kamu tuli.”
“Ayah betul. Demi Allah, saya tidak pernah mendengar kecuali semua yang di dalamnya terdapat ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
“Dia katakan kamu lumpuh.”
“Ya. Karena saya tidak pernah melangkahkan kaki saya ini kecuali ke tempat yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Pemuda itu memandangi wajah istrinya, yang bagaikan purnama. Tak lama dari pernikahan tersebut, lahirlah seorang hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang shalih, yang memenuhi dunia dengan ilmu dan ketakwaannya. Bayi tersebut diberi nama Nu’man; Nu’man bin Tsabit Abu Hanifah rahimahullahu.
Duhai, sekiranya pemuda muslimin saat ini meniru pemuda Tsabit, ayahanda Al-Imam Abu Hanifah. Duhai, sekiranya para pemudinya seperti sang ibu, dalam ‘kebutaannya, kebisuan, ketulian, dan kelumpuhannya’.
Demikianlah cara pandang orang-orang shalih terhadap dunia ini. Adakah yang mengambil pelajaran?
Wallahul Muwaffiq.
http://www.asysyariah.com

Rabu, 21 Oktober 2015

Riba

MEMAKAN RIBA

Allah  berfirman,
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-
orang yang beriman. Maka
jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba)
maka ketahuilah bahwa Allah
dan Rasulnya akan meme-
rangimu….”
(Al-Baqarah: 278-279).

Allah  juga berfirman,

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba,
tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya
orang yang kemasukan
setan lantaran (tekanan)
penyakit gila….“
Hingga FirmanNya,
“Orang yang mengulangi
(mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.”
(Al-Baqarah: 275).

Ini adalah ancaman yang
besar, yaitu kekal di dalam
neraka, sebagaimana yang
Anda lihat, bagi orang yang
kembali memakan
(menggunakan) harta riba
setelah datangnya nasihat.
Tidak ada daya dan
kekuatan kecuali karena
pertolongan Allah.

Dan Nabi bersabda,

“Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan.”
Mereka bertanya, “Apa saja
itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Syirik kepada
Allah, sihir, membunuh jiwa
yang diharamkan Allah
kecuali dengan alasan yang
benar,memakan harta riba,
memakan harta anak yatim,
melarikan diri dari medan
pertempuran, menuduh
wanita-wanita Mukminah
yang terpelihara (oleh Allah)
tetapi lengah dari perbuatan
yang membuatnya tertuduh
berbuat zina.”

Nabi juga bersabda,

“Allah melaknat orang yang
memakan harta riba dan
orang yang memberikannya.”

Diriwayatkan oleh
Muslim, Kitab al-Musaqah,
Dan juga diriwayat kan
oleh at-Tirmidzi, dan ada
tambahan,

“… juga dua orang yang
menjadi saksi dan juru
tulisnya.” Dan isnadnya
adalah shahih.

Dan Nabi  bersabda,

“Orang yang memakan
harta riba dan orang yang memberikannya, serta juru
tulisnya apabila mereka
mengetahui hal itu, maka
mereka terlaknat melalui
lisan Nabi Muhammad
pada Hari Kiamat.”
Diriwayatkan oleh an-Nasa`i.

Sumber :
Al-Kaba’ir,
76 Dosa Besar Yang
Dianggap Biasa
Karya Imam adz-Dzahabi
Cet. Darul Haq

Senin, 19 Oktober 2015

Hukum foto selfie

Hukum Selfie

Banyak banget sekarang hobby selfy, mohon dijelaskan apa hukum selfie? Thank’s

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras seseorang ujub terhadap dirinya. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai dosa besar yang membinasakan pelakunya.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Tiga dosa pembinasa: sifat pelit yang ditaati, kelalaian yang dituruti, dan ujub seseorang terhadap dirinya. (HR. Thabrani dalam al-Ausath 5452 dan
dishaihkan al-Albani)

Di saat yang sama, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi kita untuk menjadi hamba yang berusaha merahasiakan diri kebalikan dari menonjolkan diri.

Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertaqwa, yang berkecukupan, dan yang tidak menonjolkan diri. (HR. Muslim 7621).

Selfie, jeprat-jepret diri sendiri, sangat tidak sejalan dengan prinsip di atas. Terlebih umumnya orang yang melakukan selfie, tidak lepas dari perasaan ujub.

Meskipun tidak semua orang yang selfie itu ujub, namun terkadang perasaan lebih sulit dikendalikan. Karena itu, sebagai mukmin yang menyadari bahaya ujub, tidak selayaknya semacam ini dilakukan.

Allahu a’lam.

Artikel: konsultasisyariah.com

��Bumi Allaah, Sahabatmu Abu Qinan Aflaha/ Abu Hudzaifah At-Tamimiy 73DE782F��

Kamis, 15 Oktober 2015

Durhaka

KISAH ALQAMAH DURHAKA KEPADA IBUNDANYA
KISAHMUSLIM.
Al-kisah :
Konon dikisahkan bahwa pada zaman Rasulullah ada seorang pemuda yang bernama Alqamah. Dia seorang pemuda yang giat beribadah, rajin shalat, banyak puasa dan suka bersedekah. Suatu ketika dia sakit keras, maka istrinya mengirim utusan kepada Rasulullah untuk memberitahukan kepada beliau akan keadaan Alqamah. Maka, Rasulullahpun mengutus Ammar bin Yasir, Shuhaib ar-Rumi dan Bilal bin Rabah untuk melihat keadaannnya. Beliau bersabda, “Pergilah ke rumah Alqamah dan talqin -lah untuk mengucapkan La Ilaha Illallah ”Akhirnya mereka berangkat kerumahnya, ternyata saat itu Alqamah sudah dalam keadaan naza’ , maka segeralah mereka men-talqin -nya, namun ternyata lisan Alqamah tidak bisa mengucapkan La ilaha illallah.
Langsung saja mereka laporkan kejadian ini pada Rasulullah.
Maka Rasulullah pun bertanya, “Apakah dia masih mempunyai kedua orang tua?”
Ada yang menjawab, “Ada wahai Rasulullah, dia masih mempunyai seorang ibu yang sudah sangat tua renta.”
Maka Rasulullah mengirim utusan untuk menemuinya, dan beliau berkata kepada utusan tersebut, “Katakan kepada ibunya Alqamah, ‘Jika dia masih mampu untuk berjalan menemui Rasulullah maka datanglah, namun kalau tidak, maka biarlah Rasulullah yang datang menemuimu.’”
Tatkala utusan itu telah sampai pada ibunya Alqamah dan pesan beliau itu disampaikan, maka dia berkata, “Sayalah yang lebih berhak untuk mendatangi Rasulullah.”
Maka, dia pun memakai tongkat dan berjalan mendatangi Rasulullah.
Sesampainya di rumah Rasulullah, dia mengucapkan salam dan Rasulullah pun menjawab salamnya.
Lalu Rasulullah bersabda kepadanya, “Wahai ibu Alqamah, jawablah pertanyaanku dengan jujur, sebab jika engkau berbohong, maka akan datang wahyu dari Allah yang akan memberitahukan kepadaku, bagaimana sebenarnya keadaan putramu Alqamah?”
Sang ibu menjawab, “Wahai Rasulullah, dia rajin mengerjakan shalat, banyak puasa dan senang bersedekah.”
Lalu Rasulullah bertanya lagi, “Lalu apa perasaanmu padanya?”
Dia menjawab, “Saya marah kepadanya Wahai Rasulullah.”
Rasulullah bertanya lagi, “Kenapa?”
Dia menjawab, “Wahai Rasulullah, dia lebih mengutamakan istrinya dibandingkan saya dan diapun durhaka kepadaku.”
Maka, Rasulullah bersabda, “Sesungguhny,a kemarahan sang ibu telah menghalangi lisan Alqamah, sehingga tidak bisa mengucapkan syahadat.”
Kemudian beliau bersabda, “Wahai Bilal, pergilah dan kumpulkan kayu bakar yang banyak.”
Si ibu berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang akan engkau perbuat?”
Beliau menjawab, “Saya akan membakarnya dihadapanmu.”
Dia menjawab, “Wahai Rasulullah , saya tidak tahan kalau engkau membakar anakku dihadapanku.”
Maka, Rasulullah menjawab, “Wahai Ibu Alqamah, sesungguhnya adzab Allah lebih pedih dan lebih langgeng, kalau engkau ingin agar Allah mengampuninya, maka relakanlah anakmu Alqamah, demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, shalat, puasa dan sedekahnya tidak akan memberinya manfaat sedikitpun selagi engkau masih marah kepadanya,”
Maka dia berkata, “Wahai Rasulullah, Allah sebagai saksi, juga para malaikat dan semua kaum muslimin yang hadir saat ini, bahwa saya telah ridha pada anakku Alqamah”.
Rasulullah pun berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, pergilah kepadanya dan lihatlah apakah Alqamah sudah bisa mengucapkan syahadat ataukah belum, barangkali ibu
Alqamah mengucapkan sesuatu yang bukan berasal dari dalam hatinya, barangkali dia hanya malu kepadaku.”
Maka, Bilal pun berangkat, ternyata dia mendengar Alqamah dari dalam rumah mengucapkan La Ilaha Illallah. Maka, Bilal pun masuk dan berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kemarahan ibu Alqamah telah menghalangi lisannya sehingga tidak bisa mengucapkan syahadat, dan ridhanya telah menjadikanya mampu mengucapkan syahadat.”
Kemudian, Alqamah pun meninggal dunia saat itu juga.
Maka, Rasulullah melihatnya dan memerintahkan untuk dimandikan lalu dikafani, kemudian beliau menshalatkannya dan menguburkannya,
Lalu, di dekat kuburan itu beliau bersabda, “Wahai sekalian kaum Muhajirin dan Anshar, barangsiapa yang melebihkan istrinya daripada ibunya, dia akan mendapatkan laknat dari Allah, para malaikat dan sekalian manusia. Allah tidak akan menerima amalannya sedikitpun kecuali kalau dia mau bertobat dan berbuat baik pada ibunya serta meminta ridhanya, karena ridha Allah tergantung pada ridhanya dan kemarahan Allaoh tergantung pada kemarahannya.”
Kemasyhuran kisah ini:
Kisah ini dengan perincian peristiwanya di atas sangat masyhur dikalangan kaum muslimin, para penceramah selalu menyebutkannya kalau berbicara tentang durhaka pada kedua orang tua. Kayaknya jarang sekali kaum muslimin yang tidak mengenal kisah ini. Dan yang semakin membuat masyhurnya kisah ini adalah bahwa kisah ini terdapat dalam kitab Al-Kaba’ir yang disandarkan kepada Al-Hafizh adz-Dzahabi.
Padahal kitab Al-Kaba’ir yang terdapat kisah ini bukanlah karangan Imam adz-Dzahabi, sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Syaikh Masyhur Hasan Salman dalam kitab beliau
Kutubun Hadzara Minha Ulama ’ juga dalam muqaddimah kitab adz-Dzahabi yang sebenarnya.
Kisah ini juga terdapat dalam kitab-kitab yang membicarakan tentang kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua. Namun, itu semua tidaklah menjadi jaminan bahwa kisah ini shahih.
Takhrij hadits ini (Takhrij ini saya sarikan dari
risalah Qashashun La Tatsbut oleh Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman, 3/19 dan setelahnya):
Hadits yang menyebutkan kisah ini secara umum diriwayatkan oleh Imam Ahmad, 4/382, Thabrani, Baihaqi dalam Syu’abul Iman , 6/197 dan dalam Dala’ilun Nubuwwah , 6/205. Semuanya dari jalan Yazid bin Harun berkata, telah menceritakan kepada kami Fa’id bin Abdur Rahman berkata, saya mendengar Abdullah bin Abu Aufa berkata, ada seseorang yang datang kepada Rasulullah seraya berkata, “Wahai Rasulullah, di sini ada seorang pemuda yang sedang sakaratul maut, dia disuruh untuk mengucapkan syahadat namun tidak bisa mengucapkannya.” Maka, Rasulullah bertanya, “Bukankah dia mengatakannya selama hidupnya?” Dijawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah kembali bertanya, “Lalu apa yang menghalanginya untuk mengucapkan syahadat saat akan mati?” … Lalu selanjutnya diceritakan tentang kisah pemuda itu yang durhaka kepada ibunya dan keinginan Rasulullah untuk membakarnya yang akhirnya ibunya meridhainya dan diapun bisa mengucapkan syahadat lalu meninggal dunia, dan akhirnya Rasulullah bersabda, “Segala puji bagi Allah yang menyelamatkannya dari api Neraka.”
Derajat kisah:
Kisah ini lemah sekali.
Sisi kelemahannya adalah bahwa kisah ini diriwayatkan hanya dari jalur Abul Warqa’ Fa’id bin Abdur Rahman dan dia adalah seorang yang ditinggalkan haditsnya dan seorang yang tertuduh berdusta.
Berkata Ibnu Hibban, “Dia termasuk orang yang meriwayatkan hadits-hadits munkar dari orang-orang yang terkenal, dia meriwayatkan dari Ibnu Abi Aufa dengan hadits-hadits yang
mu’dhal , tidak boleh ber-hujjah dengannya.”
Berkata Imam Bukhari, “Dia meriwayatkan dari Ibnu Abi Aufa dan dia seorang yang munkar hadits.”
Berkata Ibnu Hajar, “Dia orang yang lemah, tidak tsiqah dan ditinggalkan haditsnya dengan kesepakatan para ulama.”
Oleh karena itu, para ulama melemahkan hadits ini, di antaranya:
• Imam Ahmad dalam Musnad beliau.
• Al -Qoili dalam Adh-Dhu’afa al-Kabir , 3/461.
• Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman , 6/198.
• Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at , 3/87.
• Al-Mundziri dalam At-Targhib wat Tarhi b, 3/222.
Karena beliau meriwayatkan kisah ini dengan lafadz: (ﺭﻭﻱ : diriwayatkan). Sedangkan beliau mengatakan dalam muqaddimah kitab tersebut, “Apabila dalam sanad sebuah hadits terdapat seorang pendusta, pemalsu hadits, tertuduh berdusta, disepakati untuk ditinggalkan haditsnya, lenyap haditsnya, lemah sekali, lemah atau saya tidak menemukan penguat yang memungkinkan untuk mengangkat derajat haditsnya menjadi hasan, maka saya mulai dengan lafadz (ﺭﻭﻱ: diriwayatkan). Dan saya tidak menyebutkan siapa pe- rawi -nya juga tidak saya sebutkan sisi cacatnya sama sekali. Dari sini, maka sebuah sanad yang lemah bisa diketahui dengan dua tanda, pertama dimulai dengan lafadz (ﺭﻭﻱ: diriwayatkan), dan tidak ada keterangan sama sekali setelahnya.”
• Adz-Dzahabi dalam Tartibul Maudhu’at , no. 874.
• Al-Haitsami dalam Majma’uz Zawa’id , 8/148.
• Ibnu ‘Araq dalam Tanzihusy Syari’ah , 2/296
• Asy-Syaukani dalam Al-Fawa’id al-Majmu’ah.
• Al-Albani dalam Dha’if Targhib.
Ganti yang shahih
Setelah diketahui kelemahan hadits ini, maka tidak boleh bagi siapapun untuk menyebutkan kisah ini saat membahas tentang kewajiban berbakti kepada kedua orang tua dan larangan durhaka kepadanya. Namun perlu diketahui, bahwa berbakti kepada kedua orang tua adalah sebuah kewajiban syar’i dan durhaka adalah sebuah keharaman yang nyata. Banyak ayat dan hadits yang menyebutkan hal ini, di antaranya:
Firman Allah Ta’ala,
ﻭَﻗَﻀَﻰ ﺭَﺑُّﻚَ ﺃَﻻَّ ﺗَﻌْﺒُﺪُﻭﺍ ﺇِﻟَّﺎ ﺇِﻳَّﺎﻩُ ﻭَﺑِﺎﻟْﻮَﺍﻟِﺪَﻳْﻦِ ﺇِﺣْﺴَﺎﻧًﺎ ﺇِﻣَّﺎ ﻳَﺒْﻠُﻐَﻦَّ ﻋِﻨْﺪَﻙَ ﺍﻟْﻜِﺒَﺮَ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ ﺃَﻭْ ﻛِﻠَﺎﻫُﻤَﺎ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻘُﻞْ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﺃُﻑٍّ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻨْﻬَﺮْﻫُﻤَﺎ ﻭَﻗُﻞْ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﻗَﻮْﻟًﺎ ﻛَﺮِﻳﻤًﺎ
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkan kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. al-Isra’: 23).
ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺟﺎﺀ ﺭﺟﻞ ﺇﻟﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ ﺟﺌﺖ ﺃﺑﺎﻳﻌﻚ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻬﺠﺮﺓ ﻭﺗﺮﻛﺖ ﺃﺑﻮﻱ ﻳﺒﻜﻴﺎﻥ ﻓﻘﺎﻝ ﺍﺭﺟﻊ ﺇﻟﻴﻬﻤﺎ ﻓﺄﺿﺤﻜﻬﻤﺎ ﻛﻤﺎ ﺃﺑﻜﻴﺘﻬﻤﺎ
Dari Abdullah bin Amr berkata, “Ada seseorang yang datang kepada Rasulullah seraya berkata, ‘Saya datang demi berbaiat kepadamu untuk berhijrah, namun saya meninggalkan kedua orang tuaku menangis.’ Maka, Rasulullah bersabda, ‘Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau membuat keduanya menangis.’” (HR. Abu Dawud dengan sanad shahih, lihat Shahih Targhib, 2481).
ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﻛﺎﻥ ﺗﺤﺘﻲ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﺃﺣﺒﻬﺎ ﻭﻛﺎﻥ ﻋﻤﺮ ﻳﻜﺮﻫﻬﺎ ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻲ ﻃﻠﻘﻬﺎ ﻓﺄﺑﻴﺖ ﻓﺄﺗﻰ ﻋﻤﺮ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﺬﻛﺮ ﺫﻟﻚ ﻟﻪ ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻲ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻃﻠﻘﻬﺎ
Dari Abdullah bin Umar berkata, “Saya mempunyai seorang istri yang saya cintai, namun Umar membencinya, dan dia mengatakan kepadaku, ‘Ceraikan dia.’ Sayapun enggan untuk menceraikannya. Maka, Umar datang kepada Rasulullah lalu menyebutkan kejadian itu, maka Rasulullah berkata kepadaku, ‘Ceraikanlah dia.’ ” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dan beliau menshahikannya. Berkata Tirmidzi, “Hadits ini hasan shahih.”).
ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ ﺑﻦ ﺍﻟﻌﺎﺹ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻜﺒﺎﺋﺮ ﺍﻹﺷﺮﺍﻙ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﻋﻘﻮﻕ ﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﻗﺘﻞ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﻭﺍﻟﻴﻤﻴﻦ ﺍﻟﻐﻤﻮﺱ
Dari Abdullah bin Amr bin Ash, dari Rasulullah bersabda, “Dosa-dosa besar adalah berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa serta sumpah palsu.” (HR. Bukhari).
Dan untuk mengetahui banyak hadis tentang pahala berbuat bakti pada kedua orang tua dan ancaman bagi yang durhaka kepada keduanya, lihatlah Shahih Targhib wat Tarhib oleh Syaikh Al-Albani pada bab ini. Wallahu a’lam.
Penulis: Ustadz Ahmad Sabiq, Lc.
Artikel www.kisahmuslim.com dengan pengubahan tata bahasa oleh tim redaksi.

BERLINDUNG DARI KEJELEKAN PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN

★★★★★★
Mutiara Hadits 4⃣

BERLINDUNG DARI KEJELEKAN PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN

اللَّهُـمَّ إِنِّى أَعُوذُبِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِى وَمِنْ شَرِّ بَصَرِى وَمِنْ شَرِّ لِسَانِى وَمِنْ شَرِّ قَلْبِى وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّى

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan pendengaranku (sehingga tidak mendengar sesuatu yang Engkau benci), dari kejelekan penglihatanku (sehingga tidak melihat sesuatu yang Engkau tidak meridhai-Nya), dari kejelekan lisanku (sehingga tidak mengucapkan perkataan sia-sia), dari kejelekan qalbuku (sehingga tidak berkeyakinan, berpenyakit dan berkeinginan jelek) dan dari kejelekan kemaluanku (agar dapat menjaganya sehingga tidak terjatuh pada zina dan pengantarnya)."

(HR. Abu Daud : 1551 dan at-Tirmidzi : 3492, dari sahabat Syakal bin Humaid رضي الله عنه .
(Lihat 'Aunul Ma'bud)

WhatsApp طريق السلف
★★★★★★

Rabu, 14 Oktober 2015

Kesesatan LDII

�� INILAH POIN-POIN KESESATAN LDII ��
✅ PENGAKUAN MANTAN MUBALLIGHNYA

◆◆◆◆◆◆◆◆⛔Aqidah LDII◆◆◆◆◆◆◆◆

⚠( Lembaga Dakwah Islam Indinesia )
➖〰➖〰➖〰➖〰➖〰➖

1⃣ TIDAK SAH sholat dibelakang Imam SELAIN Islam Jamaah.

✖Apabila terpaksa supaya diniati munfarid/sholat sendiri.
✖Apabila orang LDII berjumlah 2 orang / lebih,supaya membuat IMAM SHOLAT BAYANGAN yaitu salah satu dari orang LDII tersebut dijadikan Imam sholatnya.(makmum yg dijadikan Imam sholat pada saat sholat berjamaah).

2⃣ Ilmu Al-Quran dan Al- Hadist yg benar hanyalah ilmu yg di MANQUL kan / di ajarkan dari Nurhasan Al ubaidah,karna satu2nya orang yg punya SANAD didunia ini hanyalah Dia.

TIDAK BENAR  dan TIDAK SAH ilmu yg di ambil selain dari Dia.

3⃣ Semua orang yg tidak mau BERAMIR dan BERBAI'AT kepada NURHASAN UBAIDAH hukumnya KAFIR.
Adapun orang yg keluar dr Islam Jamaah /LDII hukumnya MURTAD /KELUAR DARI ISLAM.

4⃣ Menikah harus sesama Islam Jamaah / LDII

Tidak sah nikah seseorang kalao tdk dinikahkan oleh Amir LDII atau Wakil2nya.

5⃣ Tidak boleh mensholati MAYIT yg bukan anggota Islam Jamaah.
Apabila terpaksa mensholati supaya TIDAK USAH WUDHU.

6⃣ Apabila mati tidak boleh mewarisi harta peninggalannya walaupun yg mewarisi Orang tuanya (hukum waris tidak berlaku apabila ada anggota keluarga yg tidak ikut LDII)

7⃣ Tidak mengakui presiden Indonesia sebagai WALIYUL AMRI yg sah.

8⃣ HALAL berbohong kepada selain golongannya maupun kpd pemerintah untuk kemaslahatan dakwahnya.

9⃣ TIAP BULAN WAJIB  mengeluarkan Shodaqoh yg diserahkan kepada Amir sebesar 2,5% atau 5% atau 7,5% atau 10%  dari PENGHASILAN TIAP BULAN.
Perincian untuk menentukan prosentase adalah sebagai berikut:

A)-Apabila harta kekayaannya 7 jt s/d 15 jt maka tiap bulan wajib setor 2,5%.

B)-Apabila harta kekayaannya 15 jt s/d 22  jt maka tiap bulan wajib setor 5%.

C)-Apabila harta kekayaannya 22 jt s/d 30 jt maka tiap bulan wajib setor 7,5%.

D)-Apabila harta kekayaannya 30 jt keatas maka tiap bulan wajib setor 10%.

Adapun Jamaah yg kekayaannya dibawah 7 jt tetap wajib setor  namun bebas dari ketentuan tsb diatas.

�� Apabila Jamaah bersalah Wajib menulis SURAT TAUBAT untuk disaksikan kepada Amir.

Serta Harus membayar KAFAROH sejumlah uang,sesuai kadar kesalahannya untuk diserahkan kepada Amir.

1⃣1⃣ Mewajibkan semua orang untuk BAIAT kepada AMIR  Islam Jamaah.

Adapun orang yg mati belum berbaiat maka matinya mati JAHILIYAH / KAFIR.

1⃣2⃣ Tidak boleh membaca buku / kitab yg tidak dimanqulkan oleh AMIR nya.

Adapun yg sudah dimanqulkan Amirnya adalah  Al-Quran dan Kitabussitah.

1⃣3⃣ Amir mempunyai IJTIHAD yg wajib untuk ditaati.

Apabila Jamaah Mentaati Ijtihad2 Amir maka wajib masuk surga dan barang siapa yg tidak mentaatinya akan masuk kedalam Neraka.

Antara lain:
A....SHODAQOH  /  INFAQ  % AN tiap bulan.
B....Menulis surat taubat bagi yg bersalah.
C....menetapi  progam 5 bab dalam ilmu dan amal.yaitu:...
1) mengaji
2) mengamal
3) membela
4) sambung Jamaah.
5) Taat Alloh ,Rosul dan Amir.

D...apabila pergi ketempat Jamaah  harus membawa surat sambung....dll

⤴In sya Alloh bersambung...

��..Zamroni Muh.Wahid Mantan Mubaligh LDII
===========

Di Persaksikan ketsiqohanNya Oleh:
Abu Zaid Taufiq Temanggung:
�� InsyaAlloh yang Mosting tentang POIN² KESESATAN AQIDAH LDII yaitu Pak Zamroni lebih ✊Tsiqoh, karena beliau sudah ngaji Salafy dan beliau di LDII sudah 40 tahun, beliau salah satu MuballighNya LDII.
Wallohu a'lam bishshowaab....
_____________________

��Notefoot
~~~~~~
��Berdasarkan hadits Hudzaifah ibnul yaman radhiyallahu anhu : ( Dahulu para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shalallahu a'laihi was salam tentang kebaikan ,
Tapi saya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu a'laihi was salam tentang kejelekan
Khawatir/takut kejelekan tersebut menimpaku.
��(Riwayat Muslim)
~~~~~~~~~~~

��Di Nukil Dari Group:
مجموعة أخبار مكة والمدينة
__________________

��Penanggung jawab penyebaran
Admin Group:
��]» WA FAWAID ILMIAH WAL DURUS
www.salafykolaka.net

����MADINAH, RABU 30 DZULHIJJAH 1436هـ .
��Turut Berbagi IMS��

Senin, 12 Oktober 2015

Ujian dan cobaan

Allah dengan kekuasaan dan hikmah-Nya yang sempurna menjadikan dunia serta perhiasannya yang fana ini sebagai medan ujian dan cobaan. Sebagaimana firman Allah :

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Al-Mulk: 2)

“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-’Ankabut: 1-2)

Selanjutnya, Allah dengan rahmah-Nya memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya hikmah dihadapkannya mereka kepada berbagai ujian dan cobaan itu.

Allah  berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-’Ankabut: 3)

Minggu, 11 Oktober 2015

Ucapan fudhail bin iyadh

WA KAFFA BIL MAUTI WA IDHO
CUKUPLAH KEMATIAN SEBAGAI NASEHAT

Penyesalan

ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺃَﺧِّﺮْﻧَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﺟَﻞٍ ﻗَﺮِﻳﺐٍ ﻧُﺠِﺐْ ﺩَﻋْﻮَﺗَﻚَ ﻭَﻧَﺘَّﺒِﻊِ

ﺍﻟﺮُّﺳُﻞَ …

“Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (k embalikanlah kami ke dunia), walaupun sebentar saja. Niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti Rasul-Rasul….”.
(QS. Ibrahim : 44)

Maka kita akan mendapatkan jawaban,

ﺃَﻟَﻢْ ﺗَﻜُﻦْ ﺁَﻳَﺎﺗِﻲ ﺗُﺘْﻠَﻰ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻓَﻜُﻨْﺘُﻢْ ﺑِﻬَﺎ ﺗُﻜَﺬِّﺑُﻮﻥَ

“Bukankah ayat-ayatku telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya?” (QS. Al Mukminun :105)

Sungguh JIKA AL MAUT TELAH DATANG, MAKA IA TIDAK AKAN MENANGGUHKAN KITA UNTUK BERTAUBAT. DIA TIDAK DAPAT DIUNDUR, WALAUPUN HANYA SEHARI, SEJAM BAHKAN SEDETIKPUN.
Allah -Ta’ala- telah berfirman,

ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺟَﺎﺀَ ﺃَﺟَﻠُﻬُﻢْ ﻟَﺎ ﻳَﺴْﺘَﺄْﺧِﺮُﻭﻥَ ﺳَﺎﻋَﺔً ﻭَﻟَﺎ ﻳَﺴْﺘَﻘْﺪِﻣُﻮﻥَ

“Maka apabila telah tiba waktu (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapar mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula memajukannya”. (QS. An-Nahl :61)

Umar bin DzarAl-Kufiy berkata, “Wahai pelaku kezhaliman! Sesungguhnya kamu sedang berada dalam masa penangguhan yang kamu minta itu maka manfaatkanlah sebelum akhir masa itu tiba dan beresegeralah sebelum ia berlalu. Batas akhir penangguhan adalah ketika kamu menemui ajal, saat sang maut datang ketika itu tidak berguna lagi penyesalan”. (HR. Abu Nu’aim Al-Ashbahaniy dalam Al Hilyah (5/115-116).

Pertanyaan pada hari kiamat

Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

ﻟَﺎ ﺗَﺰُﻭْﻝُ ﻗَﺪَﻣَﺎ ﻋَﺒْﺪٍ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﺴْﺌَﻞَ ﻋَﻦْ

ﻋُﻤْﺮِﻩِ ﻓِﻴْﻢَ ﺃَﻓْﻨَﺎﻩُ ﻭَﻋَﻦْ ﻋِﻠْﻤِﻪِ ﻓِﻴْﻢَ ﻓَﻌَﻞَ ﻭَﻋَﻦْ ﻣَﺎﻟِﻪِ

ﻣِﻦْ ﺃَﻳْﻦَ ﺍﻛْﺘَﺴَﺒَﻪُ ﻭَﻓِﻴْﻢَ ﺃَﻧْﻔَﻘَﻪُ ﻭَﻋَﻦْ ﺟِﺴْﻤِﻪِ ﻓِﻴْﻢَ

ﺃَﺑْﻠَﺄَ
“Tak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanyai tentang UMURNYA DIMANA IA DIHABISKAN; tentang ILMUNYA dalam PERKARA APA ia GUNAKAN; HARTANYA DARI MANA IA PEROLEH DAN KEMANA IA INFAQKAN; dan tentang JASADNYA DIMANA IA GUNAKAN”. [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (2417),Ad-Darimiy dalam Sunan-nya (537), dan Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (111). Di-shohih-kan Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (126)]

Manusia paling cerdik

Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

ﻭَﺃَﻛْﻴَﺴُﻬُﻢْ ﺃَﻛْﺜَﺮُﻫُﻢْ ﻟِﻠْﻤَﻮْﺕِ ﺫِﻛْﺮًﺍ ﻭَﺃَﺣْﺴَﻨُﻬُﻢْ ﻟَﻪُ

ﺇِﺳْﺘِﻌْﺪَﺍﺩًﺍ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﺍﻟْﺄَﻛْﻴَﺎﺱُ

“Mukmin yang paling cerdik adalah yang paling banyak mengingat mati, dan paling baik persiapannya untuk mati. Itulah orang cerdik”. [HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (4259). Di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (1384)]

Banyak mengingat mati

ﺃَﻛْﺜِﺮُﻭْﺍ ﺫِﻛْﺮَ ﻫَﺎﺫَﻡُّ ﺍﻟﻠَّﺬَّﺍﺕِ ﻳَﻌْﻨِﻲْ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ

“Perbanyaklah kalian mengingat penghancur kenikmatan, yaitu kematian”.
[HR. At-Tirmidziy (2307), An-Nasa’iy (1824), dan Ibnu Majah (4258). Di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (1607)]

Mati telat bertobat

Allah Ta’ala berfirman dalam surat Qs Al Mukminun: 99-100 :

ﺣَﺘَّﻰ ﺇِﺫَﺍ ﺟَﺎﺀَ ﺃَﺣَﺪَﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺏِّ ﺍﺭْﺟِﻌُﻮﻥِ

‏( ٩٩ ‏) ﻟَﻌَﻠِّﻲ ﺃَﻋْﻤَﻞُ ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﻓِﻴﻤَﺎ ﺗَﺮَﻛْﺖُ ﻛَﻼ ﺇِﻧَّﻬَﺎ

ﻛَﻠِﻤَﺔٌ ﻫُﻮَ ﻗَﺎﺋِﻠُﻬَﺎ ﻭَﻣِﻦْ ﻭَﺭَﺍﺋِﻬِﻢْ ﺑَﺮْﺯَﺥٌ ﺇِﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡِ

ﻳُﺒْﻌَﺜُﻮﻥَ ‏( ١٠٠ )

“Hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata, “Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku beramal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja (sia-sia). Dan dihadapan mereka ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.”

firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Munafiqun :

} ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻟَﺎ ﺗُﻠْﻬِﻜُﻢْ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟُﻜُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺃَﻭْﻟَﺎﺩُﻛُﻢْ ﻋَﻦْ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﻔْﻌَﻞْ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﺄُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﺨَﺎﺳِﺮُﻭﻥَ ‏( 9 ‏) ﻭَﺃَﻧْﻔِﻘُﻮﺍ ﻣِﻦْ ﻣَﺎ ﺭَﺯَﻗْﻨَﺎﻛُﻢْ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻞِ ﺃَﻥْ ﻳَﺄْﺗِﻲَ ﺃَﺣَﺪَﻛُﻢُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝَ ﺭَﺏِّ ﻟَﻮْﻟَﺎ ﺃَﺧَّﺮْﺗَﻨِﻲ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﺟَﻞٍ ﻗَﺮِﻳﺐٍ ﻓَﺄَﺻَّﺪَّﻕَ ﻭَﺃَﻛُﻦْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤِﻴﻦ
َ ‏( 10 ‏) ﻭَﻟَﻦْ ﻳُﺆَﺧِّﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻧَﻔْﺴًﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺟَﺎﺀَ ﺃَﺟَﻠُﻬَﺎ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﺧَﺒِﻴﺮٌ ﺑِﻤَﺎ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ { ‏[ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻘﻮﻥ : 9 – 11 ‏]

” Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?”. Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Anak dan harta jangan lalai

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
✅����SEBAB-SEBAB YANG DAPAT MEMBANTU UNTUK IKHLAS DAN KOKOH DIATAS AGAMA

▫Fadhilatu Asy-Syaikh Al-‘Allamah Sholih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah
___________________

❓Apa sebab-sebab yang dapat membantu untuk ikhlas dan demikian juga untuk kokoh di atas agama ?

�� Jawaban:

Sebab-sebab yang membantu kekuatan iman,

�� Memperbanyak mengingat Alloh (dzikrulloh),
�� Membaca Al-Qur’an,
�� Mendampingi dan bermajelis dengan orang-orang shalih,

Ini termasuk dari sebab-sebab bagi kehidupan hati, dan untuk mengingat Alloh Azza wa Jalla, dan meninggalkan perbuatan sia-sia dan lalai yaitu meninggalkan apa-apa yang dapat menyibukkan diri dari mengingat Alloh (dzikrulloh),

Alloh Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ.. سورة المنافقون : 9

”Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” [Qs. Al-Munaafiqun: 9]
___________________

ما الأسباب المعينة على الإخلاص وكذلك الثبات على الدين ؟

الجواب :

الأسباب المعينة قوة الإيمان،

الإكثار من ذكر الله،
وتلاوة القرآن، 
ومرافقة ومجالسة الصالحين،

هذا من الأسباب لحياة القلوب،  ولذكر لله عز وجل، وترك لهو والغفلة ترك ما يشغل عن ذكر الله،

قال تعالى:

لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْخَاسِرُونَ.

�� المصدر الموقع الرسمي للعلاَّمة صالح الفوزان حفظه الله

ℹ http://www.alfawzan.af.org.sa/node/15370

✫✫✫✫✫✫✫✫✫
��أصحاب السنة
�� ASHHABUS SUNNAH✪

✆ WA Al Istifadah ※ WALIS ✆
✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧
الموقع الرسمي للمجموعة:
��➠http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html

Sabtu, 03 Oktober 2015

BERWUDHU DI TOILET

——————— ✧ ※❉※ ✧ ———————
������BERWUDHU DI TOILET▫
——————— ✧ ※❉※ ✧ ———————

��❓Apa hukum berwudhu di dalam toilet? Apakah tetap membaca basmalah saat berwudhu di dalam toilet?

✅♻Jawab:

Berwudhu di dalam toilet/WC tidak mengapa, tetapi lebih baik berwudhu di luar toilet jika memungkinkan. Hal itu karena disyariatkannya membaca basmalah sebelum berwudhu, sementara berzikir dalam toilet hukumnya dimakruhkan dalam rangka mengagungkan dan memuliakan Allah.

Dalam hal seseorang berwudhu dalam toilet, ada perbedaan pendapat di antara ulama apakah disyariatkan baginya membaca basmalah atau tidak.

Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berfatwa dalam Majmu’ al-Fatawa (10/32),
“Berzikir dengan kalbu disyariatkan setiap saat dan di mana saja berada, baik di dalam toilet maupun di tempat lainnya. Yang makruh hanyalah berzikir dengan lisan dalam toilet dan semacamnya dalam rangka mengagungkan Allah, kecuali membaca basmalah sebelum berwudhu. Maka dari itu, basmalah tetap dibaca (dengan lisan) jika terpaksa berwudhu dalam toilet, karena hukumnya wajib menurut sebagian ulama dan sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan) menurut jumhur (mayoritas) ulama.”

Adapun asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata dalam asy-Syarhul Mumti’ (1/130, cet. Muassasah Asam),
“Jika seseorang dalam toilet, al-Imam Ahmad mengatakan, ‘Jika dia bersin, hendaklah memuji Allah dengan kalbunya’, sehingga lahir kesimpulan dari riwayat ini bahwa yang berwudhu dalam toilet membaca basmalah dengan kalbunya.”

Beliau juga berfatwa sama dalam Majmu’ ar-Rasail (11/110) bahwa yang berwudhu dalam toilet membaca basmalah dengan kalbunya.

Yang benar dalam masalah hukum membaca basmalah sebelum wudhu adalah pendapat jumhur, bahwa hukumnya hanya sunnah muakkadah. Berdasarkan hal ini, sepertinya yang rajih (kuat) bagi yang berwudhu di dalam toilet adalah membaca basmalah dengan kalbunya.

Wallahu a’lam.

����Dikutip dari Majalah AsySyariah Online

*******
����Arsip WALIS 》http://walis-net.blogspot.com/2015/09/berwudhu-di-toilet.html?m=1

✆ WA Al Istifadah ※ WALIS ✆
✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧
الموقع الرسمي للمجموعة:
��➠http://walis-net.blogspot.com/p/depan.html