Tidak diragukan lagi, bagi seseorang yang mau menimbang suatu hukum berdasarkan cahaya al-Qur’an dan as-Sunnah, bahwa demonstrasi hukumnya tidak boleh berdasarkan beberapa argumen sebagai berikut
1. Demonstrasi merupakan perkara baru dalam agama:
Cara atau metode dakwah ilallah telah dicontohkan dan dipraktikkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Tidak pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para sahabatnya berdemonstrasi dengan memasang sepanduk, meneriakkan yel-yel, dan sebagainya, ke rumah Abu Jahal atau lainnya. Apalagi bersama para wanita yang dianjurkan agar tetap melazimi “istana kerajaan” (rumah)-nya. Kalaulah memang ada manfaat, maka hal itu lebih kecil dibandingkan kerusakan yang ditimbulkannya.
2. Demonstrasi termasuk tasyabbuh terhadap orang-orang kafir
Tidak diperselisihkan lagi oleh siapa pun bahwa demonstrasi adalah hasil produk orang-orang kafir. Maka, sungguh mengherankan sikap kaum muslimin yang langsung menelan produk barat ini. Mengapa kaum muslimin menelan produk impor barat ini?
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepada kamu, sehingga kamu mengikuti agama mereka….“ (Qs. al-Baqarah: 120).
3. Kerusakan yang ditimbulkan demonstrasi lebih banyak
Al-Hafizh Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Apabila seorang merasa kesulitan tentang hukum suatu masalah, apakah mubah ataukah haram, maka hendaklah dia melihat kepada mafsadah (kerusakan) dan hasil yang ditimbulkan olehnya. Apabila ternyata sesuatu tersebut mengandung kerusakan yang lebih besar, maka sangatlah mustahil bila syariat Islam memerintahkan atau memperbolehkannya, bahkan keharamannya merupakan sesuatu yang pasti. Lebih-lebih apabila hal tersebut menjurus kepada kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya, baik dari jarak dekat maupun jauh, seseorang yang cerdik tidak akan ragu akan keharamannya.” (Madarijus Salikin, 1/496).
“Hilangnya dunia beserta isinya sungguh lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim dengan tidak benar.” (Hadits shahih, diriwayatkan Ibnu Majah (2668), Tirmidzi (1395), Nasai (3998) dengan sanad shahih).
Wahai saudaraku, ingatlah bahwa bencana yang menimpa bangsa saat ini adalah disebabkan perbuatan dosa mereka sendiri, agar mereka segera menyadari dan kembali kepada ajaran agama yang suci.
Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
“Telah nampak kerusakan di daratan dan lautan disebabkan ulah perbuatan manusia.” (Qs. ar-Ruum:41).
Jadi cara terbaik mengatasi segala krisis dan bencana yang menyelimuti bangsa ini adalah dengan bertobat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, memperbaiki diri kita dan keluarga dengan aqidah shahihah, serta membersihkan diri dari segala noda ksyirikan dan kebid’ahan. Adapun cara-cara seperti kudeta, demonstrasi, dan sejenisnya sekali pun dimaksudkan untuk kebaikan.
Maka sebagaimana kata penyair:
Maksud hati ingin raih kebaikan, namun tanpa sengaja justru menumbulkan kerusakan. Sesungguhnya di antara kebaikan ada yang menjadi kedurhakaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar