Rabu, 23 Maret 2016

Hukum kaligrafi 2

Allah subhanahuwata’ala telah menurunkan Al Qur’an dengan sifat yang Dia nyatakan dalam ayat-ayat berikut ini:

“Wahai sekalian manusia, sungguh telah datang kepada kalian nasehat (pelajaran) dari Rabb kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang ada di dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus: 57)“

Dan Kami turunkan dari Al Qur’an sesuatu yang menjadi penyembuh (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.Dan Al Qur’an itu tidaklah menambah bagi orang-orang dzalim selain kerugian.” (Al-Isra: 82)

Allah pun mengutus Nabi-Nya shalallahu’alaihi wa sallam untuk menjelaskan Al Qur’an dan merinci hukum-hukum yang ada dalamnya agar manusia menjadikan ajaran beliau sebagai bimbingan dalam memahami Kitabullah.

Allah nyatakan hal ini dalam firman-Nya:“Dan Kami turunkan kepadamu (Muhammad) Al Qur’an agar engkau menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka, mudah-mudahan mereka mau berfikir.” (An-Nahl: 44)

Allah shalallahu’alaihi wa sallam memerintahkan Nabi-Nya untuk mendakwahkan Islam dan Nabi-Nya shalallahu’alaihi wa sallam pun menjalankan dengan sebaik-baiknya. Beliau berdakwah di hadapan para shahabatnya, memberikan nasehat dan peringatan. Beliau mengirim surat kepada para raja dan parapembesar, di samping mendatangi secara langsung orang-orang kafir di majelis mereka untuk mengajak kepada Islam.

Dari seluruh perjalanan hidup beliau shalallahu’alaihi wa sallam, tidak pernah diketahui beliau menulis satu surat dari AlQur’an, atau satu ayat darinya ataupun sebuah hadits atau nama-nama Allah pada lembaran-lembaran atau piringan-piringan untuk digantung di dinding dan di tempat lainnya, dengan tujuan menjadikan sebagai hiasan atau untuk tabarruk (mencari berkah) ataupun dengan maksud sebagai perantara untuk mengingatkan, menasehati dan pelajaran bagi yang melihat dan membacanya.

Sepeninggal beliau shalallahu’alaihi wa sallam, para Al-Khulafa Ar-Rasyidun berpegang dengan petunjuk beliau, demikian pula para shahabat yang lain dan para imam setelah mereka yang dikabarkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sebagai sebaik-baik generasi. Sama sekali tidak pernah diketahui mereka menulis sesuatu dari Al Qur’an, hadits-hadits nabawiyyah ataupun Al-Asmaul Husna pada lembaran, piringan ataupun pada kain untuk digantung sebagai hiasan di dinding, atau digantung dengan tujuan sebagai peringatan.

Padahal mereka adalah orang yang paling paham akan Islam dan paling bersemangat terhadap kebaikan. Seandainya perbuatan itu baik niscaya mereka telah mendahului kita dalam mengamalkannya. Dengan begitu, jelaslah bagi kita bahwa membuat dan memasang kaligrafi dari ayat Al Qur’an, hadits ataupun Al-Asmaul Husna, dengan tujuan apapun adalah perbuatan yang menyelisihi petunjuk Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, para shahabat dan para imam salaf rahimahullahu.

Betapa kita saksikan, surat ataupun ayat Al Qur’an yang dipajang itu tidak diagungkan dengan semestinya. Terkadang bila telah usang terbuang begitusaja, terinjak oleh kaki dan tersia-siakan. Padahal seorang muslim harus mengagungkan Kitabullah dan juga Sunnah Nabi shalallahu’alaihi wa sallam yang shahih, menjadikannya sebagai menara dan pedoman hidup.

Dan pengagungannya bukan dengan dipajang sedemikian rupa, namun semestinya Al Qur’an itu dibaca, dipikirkan, dipelajari, dipahami dan ditelaah keterangannya dari Sunnah Nabi shalallahu’alaihi wa sallam. Lalu berusaha diamalkan dalam ibadah dan muamalah. Dengan begitu akantercurah barakah Allah dan terlimpah pahala-Nya, yang hal ini tidak akan didapatkan oleh mereka yang hanya menjadikannya sebagai pajangan.

Satu hal yang patut pula menjadi perhatian bahwa memasang kaligrafi ini merupakan satu bentuk tasyabbuh (meniru) perbuatan orang-orang kuffar dari kalangan Nasrani yang biasa memajang salib di rumah dan majelis mereka untuk membedakan mereka dengan kaum muslimin. Atau seperti orang-orang Hindu yang memiliki kebiasaan menggantung dupa di rumah mereka.

Wallahu ta‘ala a‘am bish-shawab.

Demikian ringkasan dari fatwa Lajnah Al-Fatawa fi Riasah Idarat Al-Buhuts wal Ifta wad Da’wah wal Irsyad, yang ketika itu masih diketuai oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah dengan wakil beliau Asy-Syaikh Abdurrazzaq’Afifi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar