Senin, 12 Juni 2017

YUSUF AL QARADHAWI AKHIRNYA MENGAKU BAHWA GEMBONG TERORIS ISIS, ABU BAKAR AL BAGHDADI BERASAL DARI IKHWANUL MUSLIMIN!!!?

DEDENGKOT IKHWANUL MUSLIMIN, YUSUF AL QARADHAWI AKHIRNYA MENGAKU BAHWA GEMBONG TERORIS ISIS, ABU BAKAR AL BAGHDADI BERASAL DARI IKHWANUL MUSLIMIN!!!??(TERBONGKARNYA SECARA TRAGIS KAMPANYE BUSUK SYIAH RAFIDHAH & ASWAJA YANG MEMANIPULASI ISIS ADALAH WAHABI)?

Yusuf al Qaradhawy hadahullah berkata:“Yakni kelompok DAISY (ISIS), artinya adalah Daulah (negara) Islam di Iraq & Syam, negara Islam di Iraq & Syam.

Dan mereka mengatakan bahwa pemuda ini (Abu Bakar Al-Baghdadi, pimpinan ISIS, pent-)dahulu ASALNYA DARI AL-IKHWAN (AL-IKHWANUL MUSLIMUN).

Tetapi dia kemudian cenderung (berambisi) kepada kepemimpinan dan mereka membujuknya (agar mau menjadi pemimpin) setelah dia dipenjara beberapa tahun.

Ketika dia keluar (dari penjara) diapun bergabung bersama mereka. Dan para pemuda juga ikut bergabung dengan mereka, sebagian pemuda saya ketahui dari Qatar (negara tempat domisili Yusuf Qaradhawi, Mufti Ikhwanul Muslimin ini, pent-)…”

?https://m.youtube.com/watch?v=IvWxeLuowSI

?Catatan penting:
Ikhwanul Muslimin (induk dari ISIS) adalah firqah yang didirikan olehHasan Al Banna.“Pembesar mereka berakidah Asy’ariyah dan Hasan Al-Banna adalah seorang yang berakidah Asy’ari.

Dalam kitabnya “Al’Aqa’id” ia menetapkan 13 sifat bagi Allah yang terbagi menjadi : sifat tujuh yang merupakan sifat ma’ani, sifat lima yang disebut dengan sifat nafsiyah dan sifat wujud. Inilah rumusan aqidah Asma’ wash Shifat Allah dari Asy’ari.

Dalam memahami sifat Dzatiyah Allah seperti Tangan, Dua mata, Wajah, Kaki, Telapak kaki, Kedatangan dan Tertawa, mazhab Asy’ari memiliki dua prinsip : kalau tidak mentakwil pasti membiarkan maknanya (tafwidh).

Mentakwil adalah memaknakan dengan makna yang tidak menunjukkan lafazhnya, seperti “tangan” diartikan dengan “memberi kenikmatan” atau sifat “marah” diartikan dengan “pahala”.

Adapun membiarkan sifat (tafwidh) adalah tidak mau memberi makna. Misalnya tentang sifat “wajah” dikatakan, “Aku tidak menetapkan sifat wajah”. Lantas, apa maksud firman Allah?وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ

artinya : “Dan tetap kekal wajah Rabbmu.” (QS. Ar-Rahman : 27).

Sebenarnya mereka meniadakan sifat ini. Sisi pertama dengan mentakwil dan sisi kedua dengan diam tidak mentakwil, dengan meyakini tidak ada maknanya.

Hasan al-Banna termasuk golongan Asy’ari dimana ia menetapkan sifat yang tujuh, sifat-sifat negatif yang lima dan sifat nafsiyah. Setelah itu dia memilih jalan yang berbeda dari jalan Asy’ari, yaitu jalan membiarkan (tafwidh), serta menggabungkan prinsipnya dengan manhaj salaf.

Sebelumnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah membantah prinsip tafwidh dengan mantap dan panjang lebar dalam kitab ‘Majmu’Fatawa”.

Maka Hasan Al-Banna adalah seorang yang berakidah Asy’ari yang sesat dan juga seorang sufi sebagaimana dia akui sendiri dalam kitabnya “Mudzakirat Dai’yah”. Dia menghadiri wirid-wirid dan dzikir-dzikir shufiyah, membai’at tarekat Al-Hashafiyah Asy-Syadziliyah.

Ia kagum pada kitab-kitab sufi dan ia sebutkan dalam bukunya beberapa judul kitab-kitab sufi tersebut, antara lain “Al-Mawahib Al-Laduniyah” (Pemberian-Pemberian Langsung dari Allah) karya Al-Qisthilani. Orang-orang yang bergabung bersamanya mengikuti prinsipnya.

Ia membentuk Yayasan Al-Hashafiyah yang kemudian diketuai oleh Ahmad Askari atau As-Sukri. Di dalam buku “Mudzakirat” di atas, Hasan Al-Banna menyebutkan bahwa Yayasan Al-Hashafiyah yang dibentuknya berubah bentuk yang baru yaitu menjadi Ikhwanul Muslimin.Ketika membentuk jama’ah baru ia masih dalam akidah sebelumnya.

Setelah itu ia menulis dzikir-dzikir, wirid-wirid dan lain sebagainya supaya Ikhwanul Muslimin punya dzikir khusus sebagaimana tarekat-tarekat yang lain. Ia juga membuka kesempatan bagi tarekat-tarekat sufi yang lain untuk bergabung dan membai’at Ikhwanul Muslimin.

Di dalam kitab “Mudzakirat Dai’yah” Hasan Al-Banna memuji kalangan shufiyah, pertemuan-petemuan mereka, dzikir berjama’ah, maulud Nabi, sima’ (mendengar) nyanyian. Pada akhir hayatnyaia sempat membagi-bagikan kitab-kitab sufikepada teman-temannya. Demikian juga dalam risalah-risalahnya ia membahas asma wash shifat.

Hasan Al-Banna telah menerangkan akidahnya dan menulis untuk pengikut-pengikutnya.” –selesai penukilan–

?Url sumber:http://salafy.or.id/blog/2003/11/14/membongkar-pikiran-hasan-al-banna-ikhwanul-muslimin-ii/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar