Kamis, 25 Mei 2017

Syubhat memberontak 1

Syubhat Tidak mungkin menasihati penguasa seperti hadits ‘Iyadh bin Ganm maupun atsar Usamah bin Zaid-radhiyallahu’anhum-di zaman ini, dikarenakan aturan protokoler pemerintahan modern terlalu berbelit-belit, sehingga tidak memungkinkan setiap orang bisa bertemu empat mata dengan seorang pejabat, maka terpaksa diambil jalan terakhir, yaitu dengan melakukan demonstrasi, tapi demo yang Islami atau aksi damai.

Menjawab syubhat ini kami katakan: Pertama:
Hadits Iyadh bin Ganm dan atsar Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhum itu tidak bermakna harus persis seperti teksnya, yaitu setiap orang yang ingin menasihati harus memegang tangan penguasa, menyepi dengannya atau bertemu empat mata dengannya. Tapi masih ada cara lain yang dibolehkan, asalkan tidak terang-terangan, seperti penjelasanAsy-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata “metode yang dicontohkan Salaf adalah: menasihati secara empat mata, surat-menyurat, dan menghubungi para ulama yang memiliki akses langsung kepada penguasa, sehingga sang penguasa bisa diarahkan kepada kebaikan.”(Haqqur Ro’iy war-Ro’iyyah hal.26)

Jika ternyata memang semua jalan yang disebutkan Asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah tidak bisa sama sekali atau penguasa tidak mau menuruti nasihat dan merubah kebijakannya yang zalim, apakah kemudian boleh melakukan demonstrasi atau menyebar artikel nasihat dan teguran kepada pemerintah di media massa?

Jawabnya:
Tetap tidak boleh, sebab hal tersebut bertentangan dengan dalil dan petunjuk Salaf dalam menghadapi keadaan semacam ini.

Al-Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata,“Jika tidak memungkinkan untuk menasihati penguasa (dengan cara yang syar’i), maka solusi akhirnya adalah sabar dan doa, karena dahulu mereka –yakni Sahabat- melarang dari mencaci penguasa”.

Kemudian beliau menyebutkan sanad satu atsar dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, beliau  Anas berkata, “Dahulu para pembesar Sahabat Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- melarang dari mencaci para penguasa.”(LihatAt-Tamhid, Al-Imam Ibnu Abdil Barr, 21/287 )

Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri–rahimahullah berkata,“Demi Allah, andaikan manusia bersabar dengan musibah berupa kezhaliman penguasa, maka tidak akan lama Allah Ta’ala mengangkat kezhaliman tersebut dari mereka, namun apabila mereka mengangkat senjata melawan penguasa yang zhalim, maka mereka akan dibiarkan oleh Allah. Dan demi Allah, hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan kapan pun.” (Lihat Madarikun Nazhor, hal. 6). Kemudian beliau membaca firman Allah:

وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الْأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُون

َ“Maka sempurnalah kalimat Allah ) janji-Nya ( kepada Bani Israel disebabkan kesabaran mereka dan Kami musnahkan apa yang diperbuat oleh Fir’aun dan kaumnya dan apa yang mereka bina.” ( Q.S Al-A’rof: 137)

Penjelasan para ulama di atas dipahami dari banyak hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, diantaranya sabda beliau –shallallahu’alaihi wa sallam

:من رأى من أميره شيئاً يكرهه فليصبر عليه ، فإنه من فارق الجماعة شبراً فمات إلا مات ميتة جاهلية
“Barangsiapa yang melihat sesuatu yang tidak ia sukai (kemungkaran  yang ada pada pemimpin negaranya), maka hendaklah ia bersabar, karena sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah (pemerintah) kemudian ia mati, maka matinya adalah mati jahiliyah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Abbas–radhiyallahu’anhuma).

Juga sabda Nabi –shallallahu’alaihi wa sallam

:إنكم سترون بعدي أثرة وأموراً تنكرونها قالوا: ما تأمرنا يا رسول الله قال: أدوا إليهم حقهم وسلوا الله حقكم

“Sesungguhnya kelak kalian akan melihat (pada pemimpin kalian) kecurangan dan hal-hal yang kalian ingkari (kemungkaran). Mereka bertanya, Apa yang engkau perintahkan kepada kami wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Tunaikan hak mereka pemimpin  dan mintalah kepada Allah hak kalian  (berdoa).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud–radhiyallahu’anhu).

Dan sabda Nabi –shallallahu’alaihi wa sallam

:قلنا يا رسول الله : أرأيت إن كان علينا أمراء يمنعونا حقنا ويسألونا حقهم ؟ فقال : اسمعوا وأطيعوا . فإنما عليهم ما حملوا وعليكم ما حملتم

Kami bertanya, wahai Rasulullah, Apa pendapatmu jika para pemimpin kami tidak memenuhi hak kami (sebagai rakyat), namun tetap meminta hak mereka sebagai pemimpin?” Maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Dengar dan taati pemimpin negara kalian, karena sesungguhnya dosa mereka adalah tanggungan mereka dan dosa kalian adalah tanggungan kalian.” (HR. Muslim dari Wail bin Hujr).

Maka jelaslah, ketika sudah tidak ada lagi solusi lain untuk merubah kemungkaran penguasa, tidak dibenarkan sama sekali melakukan demonstrasi, meskipun berupa aksi damai dan tidak pula dengan menyebar artikel dan berbicara tentang kejelekan penguasa di khalayak ramai, karena semua itu bertentangan dengan tuntunan AllahTa’ala yang lebih mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Jadi, tidak ada dalam Islam istilah demonstrasi Islami.

Adapun yang dituntunkan oleh teladan kita, Nabi –shallallahu’alaihi wa sallam-dan para sahabat –radhiyallahu’anhum– adalah sabar dan doa.Inilah sebaik-baiknya solusi bagi orang-orang yang beriman kepada ayat AllahTa’ala dan sunnah Rasul-Nya –shallallahu’alaihi wa sallam.

Wallahu A’la wa A’lam wa Huwal Muwaffiq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar